BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada waktu-waktu
terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebahai alat
komunikasi. Kenyataan yang dihadapi waras ini adalah bahwa, bahasa sebagai alat
komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi
pengertian bahasa sebagai: bahasa adalah
alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Mungkin ada orang yang berkeberatan dengan
mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi.
Mereka itu menunjukkan bahwa dua orang atau pihak dapat mengdakan komunikasi
dengan menggunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.
Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya, sejak
lama telah dipergunakan untuk mengadakan komunikasi antara anggota masyarakat.
Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa,
semua alat komunikasi sebagai disebut tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan komplit daripada yang
dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Dewasa inu sangat sulit bagi
kita untuk mengetahui asal dan perkembangan kebudayaan umat manusia yang begitu
kompleks tanpa bahasa. Walaupun asap api, bunyi gendang dan sebagainya dalam
keadaan yang sangat terbatas dapat digunakan untuk berkomunikasi, tetapi
semuanya bukanlah bahasa. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah
berupa simbol atau perlambang.
Konsep teori
linguistik lebih mengacu kepada seperangkat hipotesis yang menggunakan landasan
filosofis tertentu yang dipakai menganalisis fenomena bahasa. Adapun mengenai
konsep aliran linguistik lebih mengacu kepada suatu paham atau teori yang
diyakini kebenarannya oleh sekelompok ahli bahasa yang secara patuh dan bahkan
sampai ke taraf fanatik dalam pemikiran mereka.
Begitu banyaknya
aliran linguistik serta cabang-cabangnya maka dari itu selain tugas mata kuliah
teori bahasa disini penulis akan membahas mengenai struktural.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian aliran linguistik struktural?
2. Bagaimakah
latar belakang munculnya aliran linguistik struktural?
3. Apa
saja karakteristik aliran linguistik struktural dan analisis bahasanya?
4. Apakah
keunggulan dan kelemahan aliran linguistik struktual?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan
pengertian aliran linguistik struktural
2. Mendeskripsikan
latar belakang munculnya aliran linguistik struktural
3. Mendeskripsikan
karakteristik aliran linguistik struktural dan analisis bahasanya
4. Mendeskripsikan
keunggulan dan kelemahan dari aliran linguistik struktural
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Aliran Struktural
Struktur adalah makna
yang terbentuk karena penggunaan kata dan kaitannya dengan tata bahasa.
Struktural muncul akibat hubungan antara satu unsur bahasa yang satu dengan
unsur bahasa yang lain. Struktur terdiri atas segmen atau konstituen dari suatu
tuturan. Sebaliknya, sistem terdiri dari unsur-unsur yang dapat, atau tidak
dapat, mengganti salah satu konstituen dalam struktur. Dalam linguistik
biasanya tidak ada kesulitan dengan kedua istilah “struktur” dan “sistem” itu,
kecuali satu: bahwa “struktur” acap kali tidak diartikan hanya sebagai susunan
dari kiri ke kanan saja (jadi dengan tidak mencakup “sistem”) melainkan dalam
arti yang mencakup baik “struktur” maupun “sistem”. Misalnya bila kita
berbicara tentang “struktur bahasa X”, maksudnya tidak hanya susunan struktur
(misalnya, susunan beruntun Subjek, Verba dan Objek), tetapi juga sistem bahasa
tersebut (misalnya, paradigma nominal dan verbal). Pendek kata istilah
“struktur” dapat dipakai secara “inklusif” (mencakup sistem juga) dan secara
“ekslusif”. Biasanya pemakaian istilah “struktur” secara inklusif tidak
menimbulkan masalah. Tetapi untuk mengaji bahan tertentu memang “struktur” dan
“sistem” perlu dibedakan.
Dalam pengajaran
bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oralnya (oral approach). Apabila di dalam aliran
Tradisional orang masih mengacaukan pengertian bahasa dan tulisan serta bunyi
dan huruf, maka dalam teori struktural masalah tersebut telah terpecahkan.
Bahasa benar-benar dibedakan dengan tulisan sedangkan bunyi/fonem benar-benar
dibedakan dengan huruf. Unsur bahasa terkecil adalah fonem/bunyi, sedangkan
unsur tulisan terkecil adalah huruf.
Bahasa juga
berupa sistem tanda menurut Aliran Struktural, bahasa dapat didefinisikan
dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat
sistematik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang
teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan
suatu sistem atau subsistem-subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, morfologi,
sintaksis, sematik dan leksikon.
2.2 Latar Belakang Lahirnya Aliran
Linguistik Struktural
1. Munculnya aliran Struktural di Eropa
Aliran
struktural ini lahir pada awal abad XX atau tepatnya tahun 1916. Tahun tersebut
menjadi tahun monumental lahirnya aliran linguistik struktural, sebab pada
tahun itu terbit sebuah buku berjudul ‘Course
de Linguistique Generale’ karya Saussure
yang berisi pokok-pokok teori struktural yang juga sebagai pokok-pokok
linguistik modern. Sebelumnya teori linguistik belum bisa beranjak dari teori
tradisonal. Kehadiran karya Saussure ini
benar-benar dirasakan sebagai suatu revolusi. Oleh sebab itu tidak mengherankan
apabila Saussure digelari Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
Buku ‘Course de Linguistique Generale’ sendiri pada dasarnya bukan
tulisan de Saussure, melainkan karya dua orang mahasiswanya, yakni: Bally dan
Sachahaye. Memang buku tersebut ditulis berdasarkan catatan-catatan kuliah dari
de Saussure yang kemudian dikumpulkan dan diedit menjadi sebuah buku sebagai hadiah/kenang-kenangan
1000 hari meninggalnya sang guru (de Saussure meninggal tahun 1913).
Secara
historis, gagasan-gagasan de Saussure dapat dibagi kedalam tiga kelompok,
yaitu:
a.
De
Saussure memformalisasikan dan mengeksplisitkan apa yang di asumsi kan atau
diabaikan oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya yaitu, dua dimensi mendasar
dan essensial dari kajian linguistik sinkronik yang memperlakukan bahasa-bahasa
sebagai sistem lengkap komunikasi pada suatu saat tertentu dan diakronik
memperlakukan faktor-faktor pengubah yang mempengaruhi bahasa pada suatu kurun
waktu terrtentu. De Saussure berhasil membedakan kedua dimensi ini, yaitu
dimensi sinkonik atau deskriptif, dan dimensi diakronik atau historis, karena
masing-masing melibatkan metode-metode dan azas-azasnya sendiri serta memiliki esensial kajian linguistik
yang memadai.
b.
De
Saussure membedakan kompetensi linguistik penutur dengan peristiwa sebenarnya.
Atau data linguistik (ujaran), sebagai langue dan parole. Parole meliputi data
yang langsung bisa diperoleh, sedangkan objek pakar linguistik yang sebenarnya
adalah langue dari setiap-tiap masyarakat, yaitu leksikon, tata bahasa, dan
fonologi yang tertanam dalam diri masing-masing orang berdasarkan langue dia
bertutur dan memahami bahasanya.
c.
De
Saussure menunjukkan bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan
secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang terkait, yaitu unsur
leksikal, gramatikal, dan fonologis.
Pernyataan tentang pendekatan struktural terhadap bahasa
secara praktik mendasari keselurahan dari linguistik modern dan membenarkan
pernyataan Saussure tentang kemandirian linguistik sebagai bidang kajian yang
berdiri sendiri.
2. Munculnya aliran Struktural di
India
Munculnya aliran struktural di India
jauh lebih awal dari munculnya aliran struktural di Eropa. Di India aliran
struktural lahir sejak empat abad sebelum masehi, yakni sejak lahirnya karya
Panini yang berjudul ‘Vijakarana’.
Buku tersebut merupakan buku tata bahasa Sansakerta yang sangat mengagumkan
dunia linguistik. Pada zaman yang sedini itu bahasa Sansakerta (teristimewa
fonologinya) telah dideskripsikan secara lengkap dan cermat. Sayangnya buku itu
teramat sulit bagi orang awam. Atas dasar itu seorang murid Panini yang bernama
Patanjali terpaksa harus menyusun tafsir atau penjelasanya yang diberi judul ‘Mahabhasa’.
Karya Panini tersebut pada dasarnya
disusun atas dorongan atas motivasi religius. Pada zaman itu para Brahmana dan
Brahmacarin dalam mengajarkan dan mengamalkan kitab Veda kepada para
pengikutnya selalu dilakukan secara lisan. Lafat atau ucapan senantiasa dijaga.
Kesalahan pengucapan sedikit saja makna mantra sudah berbeda dan hal ini dapat
mengakibatkan petaka. Itulah sebabnya sang Brahmana menyusun deskripsi fonologi
bahasa Sansakerta secermat mungkin. Hasilnya sungguh mengagumkan. Orang-orang
Barat (ahli bahasa Eropa) mengenal deskripsi fonologi pada awal abad XX setelah
konsep Saussure dikembangkan, dan ternyata tertinggal duapuluh empat abad
dengan apa yang dicapai oleh para Brahmana dan sekaligus oleh ahli bahasa di
India.
2.3 Karakteristik aliran Struktural
dan analisis bahasa dalam linguistik
1.
Berdasarkan Pada Faham Behaviorisme
Sejalan dengan faham behaviorisme,
proses berbahasa sebagaimana tingkah laku yang lain merupakan suatu proses
rangsang-tanggap (stimulus-response).
Setiap manusia berujar pada dasarnya merupakan respons dari suatu stimulus. Stimulus
ada kalanya berupa ujaran, ada kalanya berupa isyarat dengan gerakan anggota
badan (gesture), ada kalanya pula
berupa situasi.
2.
Bahasa berupa ujaran
Ciri ini menunjukkan bahwa yang
berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa. Bentuk-bentuk perwujudan yang
selain ujaran tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti yang sebenarnya,
termasuk juga tulisan. Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan
metode langsung dengan pendekatan oralnya (oral
approach).
Apabila di dalam aliran Tradisional orang
masih mengacaukan pengertian bahasa dan tulisan serta bunyi dan huruf, maka
dalam teori struktural masalah tersebut telah terpecahkan. Bahasa benar-benar
dibedakan dengan tulisan sedangkan bunyi/fonem benar-benar dibedakan dengan
huruf. Unsur bahasa terkecil adalah fonem/bunyi, sedangkan unsur tulisan terkecil
adalah huruf.
Tulisan (atau yang lazim disebut
bahasa tulis) statusnya sejajar dengan gesture,
lampu lalu lintas, morse, semaphore, kenthongan,
dan sebagainya, yaitu sebagai bentuk atau perwujudan lain dari bahasa. Bahasa
yang sebenarnya berupa ujaran. Perwujudan bahasa dengan pertolongan huruf
disebut ‘tulisan’, perwujudan bahasa dengan pertolongan gerakan tangan/anggota disebut
gesture, perwujudan bahasa dengan
pertolongan gerakan bendera disebut ‘semaphore’
dan perwujudan bahasa polisi lalu lintas dengan pertolongan sinar lampu
merah kuning hijau disebut traffic light atau
lampu lalu lintas.
3.
Bahasa berupa sistem tanda
Menurut aliran struktural, bahasa
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitreryang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa
bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistematik karena mengikuti
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat
sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau
subsistem-subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan leksikon. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya
merupakan paduan antara dua unsur yaitu signifie
dan signifiant (Saussure, 1974:114). Signifie adalah unsur bahasa yanga
berada dibalik tanda yang berupa konsep didalam benak si penutur. Orang awam
menyebutnya sebagai makna. Sedangkan signifiant
adalah unsur bahasa yang merupakan wujud fisik atau yang berupa tanda ujar.
Dalam pengertian ini wujud fisik harus atau hanya yang berupa bunyi ujar. Bunyi
non ujar dan tanda yang lain selain bunyi ujar tidak dapat digolongkan
signifiant. Wujud ujaran sesorang individu pada suatu saat tertentu disebut parole, sedangkan sistem yang bersifat
sosial disebut language. Paduan
antara parole dan language disebut langage.
Selain hal yang telah dikemukan
diatas, bahasa juga mempunyai ciri arbitrer yakni hubungan yang sifatnya
semena-mena antara signifie dan signifiant atau antara makna dan bentuk.
Kesemena-menaan ini dibatasai oleh kesepakatan antar penutur. Oleh sebab
itulah, maka bahasa juga memilik ciri konveksional. Ciri kesepakatan antar
penutup (konveksional) ini secara implisit sudah mengisyaratkan bahwa fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi sosial juga diatur dalam suatu konveksi
tersebut. Fungsi bahasa ini secara khusus akan dibicarakan pada bab tersendiri.
Sebagai suatu bukti bahwa bahasa
bersifat arbitrer dan konveksional dapat dikemukan contoh berikut ini. Sebuah
tuturan (yang diucapkan oleh seorang pemuda kepada seorang pemudi) : “nanti
malam kita nonton film di Permata” merupakan suatu tuturan yang bersistem, dan
sistem tersebut telah diketahui (disepakati) oleh kedua belah pihak. Namun
untuk maksud
tertentu, misalnya agar kerahasiaan kencan mereka berdua itu tetap terjaga,
maka si pemuda dapat merubah sistem bahasa secara semena-mena (sudah barang
tertentu harus mendapat kesepakatan dari lawan kencannya). Salah satu sistem yang dipilihnya
ialah dengan jalan memotong dan menyisakan suku depan selanjutnya ditambah
dengan awalan wa. Dengan demikian tuturan itu sekarang akan menjadi: ‘Wanan
wamal waki wanon wafil wadi waper’. Walaupun sistem bahasa tersebut telah
berubah dengan semena-mena, namun komunikasi sosial tetap berlangsung dengan
baik, sebab telah ada perjanjian atau kesepakatan terlebih dahulu.
Beberapa kemungkinan lain untuk
mengubah sistem:
(a) Menambah
sisipan –si pada kata yang sudah dibalik suku katanya:
‘Tisinan
lamsima tasiki tonsinon kemsifil sidi Tasiperma’
(b) Menambahkan
akhiran –al pada penggalan suku pertama: ‘Nanal maal kial nonal fial dial
Peral’
(c) Suku
pertama disisipi –em: ‘Nerman kemit nemon femil demil Pemer’
Berdasarkan
pengertian bahasa seperti yang dikemukakan di depan, maka hanya yang berupa
ujaran saja yang dapat disebut. Bentuk-bentuk dan perwujudan lain seperti gerak
anggota badan, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, morse, bunyi kenthingan,
tepukan tangan dan tulisan pada hakikatnya tidak dapat disebut bahasa dalam
arti yang sebenarnya. Kesemuaanya disebutkan tadi hanyalah merupakan bentuk
lain atau perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya, sebab bahasa yang
sebenarnya hanya berupa ujaran, dengan demikian, isyarat dengan gerakan anggota
badan (gesture) merupakan perwujudan lain
dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan gerakan anggota badan. Gerakan
anggota badan yang hanya menyertai tindak berbahasa (kinesik) sama sekali bukan bahasa. Rambu lalu lintas merupakan
perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media gambar
pada papan rambu. Lampu lalu lintas merupakan perwujudan lain dari bahasa yang
sebenarnya dengan menggunakan media sinar lampu merah, kuning dan hijau. Morse
merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media
sinar lampu dan bunyi nonujar. Semaphore merupakan perwujudan lain dari bahasa
yang sebenarnya dengan menggunakan media lambaian bendera. Isyarat bunyi kenthongan dan tepukan tangan merupakan
perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media bunyi
nonujar.
Dari contoh-contoh
perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya itu, maka tulisan (istilah awam
‘bahasa tulis’) juga tidak dapat digolongkan bahasa dala arti yang sebenarnya,
melainkan sekedar perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan
menggunakan media huruf. Yang didalam istilah awam ‘bahasa lisan’ itulah yang
disebut bahasa dalam arti yang sebenarnya.
4.
Bahasa merupakan faktor kebiasaan (habit)
Ciri ini dipertentangkan dengan ciri
teor transformasi yang beranggapan bahwa bahasa bukan faktor kebiasaan
melainkan berupa faktor warisan (innate).
Aliran sturktural berkeyakinan bahwa teorinya itu benar dan dapat memberikan
bukti yang meyakinkan. Bukti yang dikemukan itu ialah bukti cerita tentang
seseorang yang dibesarkan oleh sekelompok serigala. Orang tersebut sama sekali
tidak dapat berbahasa, yang ia kenal hanyalah suara atau lolongan serigala
saja, sehingga akhirnya hanya melolong seperti serigala saja yang dapat
dilakukannya. Cerita yang konon terjadi di negeri India ini merupakan faktor
kebiasaan. Walaupun manusia mempunyai warisan (innate) untuk berbahasa, namun tanoa dibiasakan atau dilatih
mustahil ia dapat berbahasa
Berkaitan dengan sistem habit ini di
dalam pengajaran bahasa diterapkan metode drill
and practice, yakni suatu bentuk latiha
yang terus-menerus dan berulang-ulang sehingga akhirnya akan membentuk
suatu kebiasaan. Sayangnya bentuk latihan semacam ini sangat menjemukan.
5.
Kegramatikalan berdasarkan keumuman
Ciri ini sebenarnya sejalan dengan
ciri diatas. Bentuk dan struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang
sudah umum sajalah yang dinilai sebagai bentuk yang gramatikal. Bentuk-bentuk
yang secara kaidah sebenarnya betul akan tetapi belum dipakai atau belum umum,
maka bentuk tersebut terpaksa dinyatakan sebagai bentuk yang tidak gramatikal.
Dengan demikian standar yang dipakai adalah standar keumuman.
Hal tersebut sangat bertentangan
dengan aliran Tradisional yang menyatakan bahwa kegramatikalan berdasarkan
kriteria kaidah atau norma secara ketat dan taat asas. Sebagai contoh: kata kabupaten. Menurut aliran
struktural bentuk kata kabupatian dinyatakan
tidak gramatikal karena tidak lazim atau tidak umum dipakai, yang lazim dipakai
adalah kata kabupaten. Jadi bentuk
yang salah atau yang tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa dapat dinyatakan
gramatikal asalkan sudah lazim. Jadi dalam aliran struktural semboyan ‘yang
benar adalah benar, yang salah adalah salah’ tidak berlaku.
6.
Level-level Gramatikal ditegakkan secara rapi
Level-level gramatikal mulai
ditegakkan dari level terendah berupa morfem sampai level tertinggi yang berupa
kalimat. Secara berturut-turut level atau tataran gramatikal tersebut adalah
morfem, kata, frase, klausa dan kalimat. Tataran diatas kalimat belum
terjangkau oleh aliran ini. Morfem dan kata merupakan cakupan bidang morfologi,
sedangkan frase, klausa dan kalimat merupakan cakupan bidang sintaksis.
Morfologi dan sintaksis merupakan dua bidang yang berdiri sendiri, walaupun
masih tetap berhubungan oleh bidang morfosintaksis.
7.
Analisis dimulai dari bidang Morfologi
Analisis struktural memulai analisis
dari bidang morfologi karena memang bidang ini paling mendapat perhatian. Nida
(1949) dengan karyanya ‘Morphology, the
Descriptive Analysis of Word’ telah menjadi acuan bagi dunia morfologi
karena sumbangan dalam meletakkan prinsip-prinsip analisis morfologi dengan
data dari berbagai bahasa.
8. Bahasa
merupakan deretan Sintakmatik dan Paradignatik
(a) Deretan
Sintakmatik
Deretan sintakmatik adalah suatu
deretan unsur secara horisontal. Deretan sintakmatik ini terjadi dalam segala
tataran fonem-fonem segmental secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih
besar baik berupa silabel maupun morfem. Prosede semacam ini dinamakan
fonotaktik. Morfem-morfem serta sintakmatik membentuk struktural yang lebih
besar yakni kata. Prosede semacam ini dinamakan prosede morfologis. Kata-kata
secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni frase. Frase-frase
secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni klausa. Akhirnya
klausa-klausa secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni
kalimat. Tiga prosede yang terkahir itu dinamakan prosede sintaksis.
(b) Deretan
Paradigmatik
Deretan
paradigmatik adalah deretan struktur yang sejenak secara vertikal.
Contoh:
(bahasa Spanyol)
elgatbestaaki kucing itu
ada di sini
ungatoestaaki seekor
kucing ada di sini
elgatoestaenfermo kucing itu
sakit
ungatoestaenfermo seekor
kucing sakit
…………………………………………………………………………………………………………………...
gato kucing
9. Analisis
bahasa secara Deskriptif
Menurut alira
struktural analis bahasa harus didasarkan atau kenyataan yang ada. Data bahasa
yang dianalisis hanyalah data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Unsur
historis sama sekali diabaikan. Analisis semacam ini bertolak dari pendekatan
sinkronik. Semboyannya adalah describe
the fact, all the fact and nothing but the facts.
10. Analisis
struktural bahasa berdasarkan unsur langsung
Yang dimaksud
dengan unsur langsung adalah unsur yang setingkat lebih rendah yang secara
langsung membentuk struktur tersebut. Unsur langsung ini disebut juga immediate constutuens (I.Cs.) atau
unsur bawahan terdekat (UBT). Paling tidak ada empat model analisis unsur
langsung teesebut, yakni model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model
Wells.
Contoh analisis tataran frase: a beautiful girl
a. 



Model Nida: a beautifulgirl





![]() |







c.Model
Nelson: {(a) [(beautiful) (girl)}
d.
Model Wells:
![]() |
a beautiful girl
2.4 Keunggulan dan kekurangan aliran
linguistik struktural
a. Keunggulan
(1)
Aliran ini telah sukses membedakan
konsep grafem dan fonem.
(2)
Dengan adanya metode drill and practice,
suatu bentuk latihan yang terus-menerus dan berulang-ulang akan membentuk suatu
keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan.
(3)
Kriteria kegramatikalan berdasarkan
keumuman sehingga mudah dipahami dan mudah untuk bisa diterima oleh masyarakat
awam.
(4)
Level-level gramatikal mulai ditegakkan
secara rapi mulai dari level morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
(5) Aliran
ini lebih banyak berpijak pada fakta, tidak pernah mereka-reka data.
b. Kelemahan
(1) Pada
aliran struktural bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
Level-level yang menjadi bidang garapannya sudah ditentukan secara pasti,
sehingga apabila di suatu saat ditemukan bidang yang terletak di antara
keduanya menjadi kebingungan untuk menentukan wilayah, misalnya pada
bahasa-bahasa yang bertipologi sintetik dan polisintetik.
(2) Metode
drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dan tentunya sangat
menjemukan.
(3) Proses
berbahasa merupakan proses rangsang-tangggap yang berlangsung secara fisis dan
mekanis, padahal manusia bukanlah mesin.
(4) Menurut
paham ini, jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa dideteksi lewat
tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang tampak. Namun, tidak selamanya
setiap tingkah laku dan perwujudan lahiriah yang tampak dapat mencerminkan jiwa
seseorang.
(5) Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman. Suatu kaidah yang salah sekalipun dapat
dinyatakan benar apabila sudah dianggap umum. Sebaliknya kaidah yang benar
tidak dapat disebut benar manakala belum umum dipakai.
(6) Faktor
historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa, padahal sangat
banyak kasus-kasus kebahasaan yang hanya dapat dijawab lewat kajian historis.
(7) Objek
kajian terbatas sampai dengan level kalimat, sehingga tidak memungkinkan
menyentuh aspek komunikatif.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori
yang saya jabarkan pada halaman-halaman sebelumnya, dapat kami tarik kesimpulan bahwa
aliran struktural yang dipelopori oleh beberapa ahli membawa kajian baru bagi
ilmu kebahasaan di zamannya untuk mempermudah mengidentifikasi suatu bahasa.
Melalui berbagai teori dan patokan tertentu, bahasa dapat diteliti lebih mudah
dengan aliran ini. Aliran strukturalis mampu membuktikan bahwa setiap bahasa
punya kekhasannya sendiri sehingga perlu dibedakan dan diketahui kekhasan
tersebut. Maka, setiap bahasa pun memiliki identitasnya sendiri dan bisa
dipelajari lebih mudah dan spesifik. Oleh karena itu, mempelajari aliran
strukturalis ini sangat membantu dalam meneliti suatu bahasa tertentu. Karena
aliran yang dipelopori oleh Sasussure ini cukup mudah dipahami dan bersifat
empiris sehingga bisa disesuaikan dengan sifat bahasa yang ada.
3.2
Saran
Dalam makalah ini penyusun memberi saran kepada pembaca
bahwa untuk memperluas wawasan pembaca dalam memahami pengertian aliran
struktural dan berbagai macam aliran linguistik serta pemahaman tentang unsur
langsung tidaklah hanya berpedoman pada makalah ini, karena masih banyak dari
sumber-sumber lain yang menjelaskan tentang berbagai materi di atas. Dan penyusun memohon maaf atas
banyaknya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2014. Linguistik
Umum. Jakarta: Rheineka Cipta
Robins, R H. 1995. Sejarah
Singkat Linguistik Terjemahan Asril Marjohan. Bandung: ITB
Saussure,
De Ferdinand.
Pengantar Linguistik Umum.
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press: 1993
Soeparno. 2011. Teori
Dan Aliran Linguistik. Yogyakarta: Tiara Wacana
Verhaar, M.W.J. 2010. Asas-asas
Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar