Minggu, 10 Desember 2017

Struktural Bahasa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Pada waktu-waktu terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebahai alat komunikasi. Kenyataan yang dihadapi waras ini adalah bahwa, bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai: bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada orang yang berkeberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka itu menunjukkan bahwa dua orang atau pihak dapat mengdakan komunikasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya, sejak lama telah dipergunakan untuk mengadakan komunikasi antara anggota masyarakat. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi sebagai disebut tadi mengandung banyak segi yang lemah. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan komplit daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Dewasa inu sangat sulit bagi kita untuk mengetahui asal dan perkembangan kebudayaan umat manusia yang begitu kompleks tanpa bahasa. Walaupun asap api, bunyi gendang dan sebagainya dalam keadaan yang sangat terbatas dapat digunakan untuk berkomunikasi, tetapi semuanya bukanlah bahasa. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah berupa simbol atau perlambang.
Konsep teori linguistik lebih mengacu kepada seperangkat hipotesis yang menggunakan landasan filosofis tertentu yang dipakai menganalisis fenomena bahasa. Adapun mengenai konsep aliran linguistik lebih mengacu kepada suatu paham atau teori yang diyakini kebenarannya oleh sekelompok ahli bahasa yang secara patuh dan bahkan sampai ke taraf fanatik dalam pemikiran mereka.
Begitu banyaknya aliran linguistik serta cabang-cabangnya maka dari itu selain tugas mata kuliah teori bahasa disini penulis akan membahas mengenai struktural.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian aliran linguistik struktural?
2.      Bagaimakah latar belakang munculnya aliran linguistik struktural?
3.      Apa saja karakteristik aliran linguistik struktural dan analisis bahasanya?
4.      Apakah keunggulan dan kelemahan aliran linguistik struktual?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan pengertian aliran linguistik struktural
2.      Mendeskripsikan latar belakang munculnya aliran linguistik struktural
3.      Mendeskripsikan karakteristik aliran linguistik struktural dan analisis bahasanya
4.      Mendeskripsikan keunggulan dan kelemahan dari aliran linguistik struktural


BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Aliran Struktural
Struktur adalah makna yang terbentuk karena penggunaan kata dan kaitannya dengan tata bahasa. Struktural muncul akibat hubungan antara satu unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain. Struktur terdiri atas segmen atau konstituen dari suatu tuturan. Sebaliknya, sistem terdiri dari unsur-unsur yang dapat, atau tidak dapat, mengganti salah satu konstituen dalam struktur. Dalam linguistik biasanya tidak ada kesulitan dengan kedua istilah “struktur” dan “sistem” itu, kecuali satu: bahwa “struktur” acap kali tidak diartikan hanya sebagai susunan dari kiri ke kanan saja (jadi dengan tidak mencakup “sistem”) melainkan dalam arti yang mencakup baik “struktur” maupun “sistem”. Misalnya bila kita berbicara tentang “struktur bahasa X”, maksudnya tidak hanya susunan struktur (misalnya, susunan beruntun Subjek, Verba dan Objek), tetapi juga sistem bahasa tersebut (misalnya, paradigma nominal dan verbal). Pendek kata istilah “struktur” dapat dipakai secara “inklusif” (mencakup sistem juga) dan secara “ekslusif”. Biasanya pemakaian istilah “struktur” secara inklusif tidak menimbulkan masalah. Tetapi untuk mengaji bahan tertentu memang “struktur” dan “sistem” perlu dibedakan.
Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oralnya (oral approach). Apabila di dalam aliran Tradisional orang masih mengacaukan pengertian bahasa dan tulisan serta bunyi dan huruf, maka dalam teori struktural masalah tersebut telah terpecahkan. Bahasa benar-benar dibedakan dengan tulisan sedangkan bunyi/fonem benar-benar dibedakan dengan huruf. Unsur bahasa terkecil adalah fonem/bunyi, sedangkan unsur tulisan terkecil adalah huruf.
Bahasa juga berupa sistem tanda menurut Aliran Struktural, bahasa dapat didefinisikan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistematik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, sematik dan leksikon.


2.2 Latar Belakang Lahirnya Aliran Linguistik Struktural
1.  Munculnya aliran Struktural di Eropa
            Aliran struktural ini lahir pada awal abad XX atau tepatnya tahun 1916. Tahun tersebut menjadi tahun monumental lahirnya aliran linguistik struktural, sebab pada tahun itu terbit sebuah buku berjudul ‘Course de Linguistique Generale’ karya Saussure yang berisi pokok-pokok teori struktural yang juga sebagai pokok-pokok linguistik modern. Sebelumnya teori linguistik belum bisa beranjak dari teori tradisonal. Kehadiran karya Saussure ini benar-benar dirasakan sebagai suatu revolusi. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila Saussure digelari Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
            Buku ‘Course de Linguistique Generale’ sendiri pada dasarnya bukan tulisan de Saussure, melainkan karya dua orang mahasiswanya, yakni: Bally dan Sachahaye. Memang buku tersebut ditulis berdasarkan catatan-catatan kuliah dari de Saussure yang kemudian dikumpulkan dan diedit menjadi sebuah buku sebagai hadiah/kenang-kenangan 1000 hari meninggalnya sang guru (de Saussure meninggal tahun 1913).
            Secara historis, gagasan-gagasan de Saussure dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu:
a.       De Saussure memformalisasikan dan mengeksplisitkan apa yang di asumsi kan atau diabaikan oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya yaitu, dua dimensi mendasar dan essensial dari kajian linguistik sinkronik yang memperlakukan bahasa-bahasa sebagai sistem lengkap komunikasi pada suatu saat tertentu dan diakronik memperlakukan faktor-faktor pengubah yang mempengaruhi bahasa pada suatu kurun waktu terrtentu. De Saussure berhasil membedakan kedua dimensi ini, yaitu dimensi sinkonik atau deskriptif, dan dimensi diakronik atau historis, karena masing-masing melibatkan metode-metode dan azas-azasnya sendiri  serta memiliki esensial kajian linguistik yang memadai.
b.      De Saussure membedakan kompetensi linguistik penutur dengan peristiwa sebenarnya. Atau data linguistik (ujaran), sebagai langue dan parole. Parole meliputi data yang langsung bisa diperoleh, sedangkan objek pakar linguistik yang sebenarnya adalah langue dari setiap-tiap masyarakat, yaitu leksikon, tata bahasa, dan fonologi yang tertanam dalam diri masing-masing orang berdasarkan langue dia bertutur dan memahami bahasanya.
c.       De Saussure menunjukkan bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang terkait, yaitu unsur leksikal, gramatikal, dan fonologis.
Pernyataan tentang pendekatan struktural terhadap bahasa secara praktik mendasari keselurahan dari linguistik modern dan membenarkan pernyataan Saussure tentang kemandirian linguistik sebagai bidang kajian yang berdiri sendiri.

2. Munculnya aliran Struktural di India
            Munculnya aliran struktural di India jauh lebih awal dari munculnya aliran struktural di Eropa. Di India aliran struktural lahir sejak empat abad sebelum masehi, yakni sejak lahirnya karya Panini yang berjudul ‘Vijakarana’. Buku tersebut merupakan buku tata bahasa Sansakerta yang sangat mengagumkan dunia linguistik. Pada zaman yang sedini itu bahasa Sansakerta (teristimewa fonologinya) telah dideskripsikan secara lengkap dan cermat. Sayangnya buku itu teramat sulit bagi orang awam. Atas dasar itu seorang murid Panini yang bernama Patanjali terpaksa harus menyusun tafsir atau penjelasanya yang diberi judul ‘Mahabhasa’.
            Karya Panini tersebut pada dasarnya disusun atas dorongan atas motivasi religius. Pada zaman itu para Brahmana dan Brahmacarin dalam mengajarkan dan mengamalkan kitab Veda kepada para pengikutnya selalu dilakukan secara lisan. Lafat atau ucapan senantiasa dijaga. Kesalahan pengucapan sedikit saja makna mantra sudah berbeda dan hal ini dapat mengakibatkan petaka. Itulah sebabnya sang Brahmana menyusun deskripsi fonologi bahasa Sansakerta secermat mungkin. Hasilnya sungguh mengagumkan. Orang-orang Barat (ahli bahasa Eropa) mengenal deskripsi fonologi pada awal abad XX setelah konsep Saussure dikembangkan, dan ternyata tertinggal duapuluh empat abad dengan apa yang dicapai oleh para Brahmana dan sekaligus oleh ahli bahasa di India.
           
2.3 Karakteristik aliran Struktural dan analisis bahasa dalam linguistik
1. Berdasarkan Pada Faham Behaviorisme
            Sejalan dengan faham behaviorisme, proses berbahasa sebagaimana tingkah laku yang lain merupakan suatu proses rangsang-tanggap (stimulus-response). Setiap manusia berujar pada dasarnya merupakan respons dari suatu stimulus. Stimulus ada kalanya berupa ujaran, ada kalanya berupa isyarat dengan gerakan anggota badan (gesture), ada kalanya pula berupa situasi.

2. Bahasa berupa ujaran
            Ciri ini menunjukkan bahwa yang berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa. Bentuk-bentuk perwujudan yang selain ujaran tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti yang sebenarnya, termasuk juga tulisan. Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oralnya (oral approach).
            Apabila di dalam aliran Tradisional orang masih mengacaukan pengertian bahasa dan tulisan serta bunyi dan huruf, maka dalam teori struktural masalah tersebut telah terpecahkan. Bahasa benar-benar dibedakan dengan tulisan sedangkan bunyi/fonem benar-benar dibedakan dengan huruf. Unsur bahasa terkecil adalah fonem/bunyi, sedangkan unsur tulisan terkecil adalah huruf.
            Tulisan (atau yang lazim disebut bahasa tulis) statusnya sejajar dengan gesture, lampu lalu lintas, morse, semaphore, kenthongan, dan sebagainya, yaitu sebagai bentuk atau perwujudan lain dari bahasa. Bahasa yang sebenarnya berupa ujaran. Perwujudan bahasa dengan pertolongan huruf disebut ‘tulisan’, perwujudan bahasa dengan pertolongan gerakan tangan/anggota disebut gesture, perwujudan bahasa dengan pertolongan gerakan bendera disebut ‘semaphore’ dan perwujudan bahasa polisi lalu lintas dengan pertolongan sinar lampu merah kuning hijau disebut traffic light atau lampu lalu lintas.

3. Bahasa berupa sistem tanda
            Menurut aliran struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitreryang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistematik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan antara dua unsur yaitu signifie dan signifiant (Saussure, 1974:114). Signifie adalah unsur bahasa yanga berada dibalik tanda yang berupa konsep didalam benak si penutur. Orang awam menyebutnya sebagai makna. Sedangkan signifiant adalah unsur bahasa yang merupakan wujud fisik atau yang berupa tanda ujar. Dalam pengertian ini wujud fisik harus atau hanya yang berupa bunyi ujar. Bunyi non ujar dan tanda yang lain selain bunyi ujar tidak dapat digolongkan signifiant. Wujud ujaran sesorang individu pada suatu saat tertentu disebut parole, sedangkan sistem yang bersifat sosial disebut language. Paduan antara parole dan language disebut langage.
            Selain hal yang telah dikemukan diatas, bahasa juga mempunyai ciri arbitrer yakni hubungan yang sifatnya semena-mena antara signifie dan signifiant atau antara makna dan bentuk. Kesemena-menaan ini dibatasai oleh kesepakatan antar penutur. Oleh sebab itulah, maka bahasa juga memilik ciri konveksional. Ciri kesepakatan antar penutup (konveksional) ini secara implisit sudah mengisyaratkan bahwa fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sosial juga diatur dalam suatu konveksi tersebut. Fungsi bahasa ini secara khusus akan dibicarakan pada bab tersendiri.
            Sebagai suatu bukti bahwa bahasa bersifat arbitrer dan konveksional dapat dikemukan contoh berikut ini. Sebuah tuturan (yang diucapkan oleh seorang pemuda kepada seorang pemudi) : “nanti malam kita nonton film di Permata” merupakan suatu tuturan yang bersistem, dan sistem tersebut telah diketahui (disepakati) oleh kedua belah pihak. Namun untuk maksud tertentu, misalnya agar kerahasiaan kencan mereka berdua itu tetap terjaga, maka si pemuda dapat merubah sistem bahasa secara semena-mena (sudah barang tertentu harus mendapat kesepakatan dari lawan kencannya). Salah satu sistem yang dipilihnya ialah dengan jalan memotong dan menyisakan suku depan selanjutnya ditambah dengan awalan wa. Dengan demikian tuturan itu sekarang akan menjadi: ‘Wanan wamal waki wanon wafil wadi waper’. Walaupun sistem bahasa tersebut telah berubah dengan semena-mena, namun komunikasi sosial tetap berlangsung dengan baik, sebab telah ada perjanjian atau kesepakatan terlebih dahulu.
            Beberapa kemungkinan lain untuk mengubah sistem:
(a)    Menambah sisipan –si pada kata yang sudah dibalik suku katanya:
‘Tisinan lamsima tasiki tonsinon kemsifil sidi Tasiperma’
(b)   Menambahkan akhiran –al pada penggalan suku pertama: ‘Nanal maal kial nonal fial dial Peral’
(c)    Suku pertama disisipi –em: ‘Nerman kemit nemon femil demil Pemer’
Berdasarkan pengertian bahasa seperti yang dikemukakan di depan, maka hanya yang berupa ujaran saja yang dapat disebut. Bentuk-bentuk dan perwujudan lain seperti gerak anggota badan, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, morse, bunyi kenthingan, tepukan tangan dan tulisan pada hakikatnya tidak dapat disebut bahasa dalam arti yang sebenarnya. Kesemuaanya disebutkan tadi hanyalah merupakan bentuk lain atau perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya, sebab bahasa yang sebenarnya hanya berupa ujaran, dengan demikian, isyarat dengan gerakan anggota badan (gesture) merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan gerakan anggota badan. Gerakan anggota badan yang hanya menyertai tindak berbahasa (kinesik) sama sekali bukan bahasa. Rambu lalu lintas merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media gambar pada papan rambu. Lampu lalu lintas merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media sinar lampu merah, kuning dan hijau. Morse merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media sinar lampu dan bunyi nonujar. Semaphore merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media lambaian bendera. Isyarat bunyi kenthongan dan tepukan tangan merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media bunyi nonujar.
Dari contoh-contoh perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya itu, maka tulisan (istilah awam ‘bahasa tulis’) juga tidak dapat digolongkan bahasa dala arti yang sebenarnya, melainkan sekedar perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media huruf. Yang didalam istilah awam ‘bahasa lisan’ itulah yang disebut bahasa dalam arti yang sebenarnya.

4. Bahasa merupakan faktor kebiasaan (habit)
            Ciri ini dipertentangkan dengan ciri teor transformasi yang beranggapan bahwa bahasa bukan faktor kebiasaan melainkan berupa faktor warisan (innate). Aliran sturktural berkeyakinan bahwa teorinya itu benar dan dapat memberikan bukti yang meyakinkan. Bukti yang dikemukan itu ialah bukti cerita tentang seseorang yang dibesarkan oleh sekelompok serigala. Orang tersebut sama sekali tidak dapat berbahasa, yang ia kenal hanyalah suara atau lolongan serigala saja, sehingga akhirnya hanya melolong seperti serigala saja yang dapat dilakukannya. Cerita yang konon terjadi di negeri India ini merupakan faktor kebiasaan. Walaupun manusia mempunyai warisan (innate) untuk berbahasa, namun tanoa dibiasakan atau dilatih mustahil ia dapat berbahasa
            Berkaitan dengan sistem habit ini di dalam pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice, yakni suatu bentuk latiha  yang terus-menerus dan berulang-ulang sehingga akhirnya akan membentuk suatu kebiasaan. Sayangnya bentuk latihan semacam ini sangat menjemukan.
5. Kegramatikalan berdasarkan keumuman
            Ciri ini sebenarnya sejalan dengan ciri diatas. Bentuk dan struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang sudah umum sajalah yang dinilai sebagai bentuk yang gramatikal. Bentuk-bentuk yang secara kaidah sebenarnya betul akan tetapi belum dipakai atau belum umum, maka bentuk tersebut terpaksa dinyatakan sebagai bentuk yang tidak gramatikal. Dengan demikian standar yang dipakai adalah standar keumuman.
            Hal tersebut sangat bertentangan dengan aliran Tradisional yang menyatakan bahwa kegramatikalan berdasarkan kriteria kaidah atau norma secara ketat dan taat asas. Sebagai contoh: kata kabupaten. Menurut aliran struktural bentuk kata kabupatian dinyatakan tidak gramatikal karena tidak lazim atau tidak umum dipakai, yang lazim dipakai adalah kata kabupaten. Jadi bentuk yang salah atau yang tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa dapat dinyatakan gramatikal asalkan sudah lazim. Jadi dalam aliran struktural semboyan ‘yang benar adalah benar, yang salah adalah salah’ tidak berlaku.

6. Level-level Gramatikal ditegakkan secara rapi
            Level-level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah berupa morfem sampai level tertinggi yang berupa kalimat. Secara berturut-turut level atau tataran gramatikal tersebut adalah morfem, kata, frase, klausa dan kalimat. Tataran diatas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini. Morfem dan kata merupakan cakupan bidang morfologi, sedangkan frase, klausa dan kalimat merupakan cakupan bidang sintaksis. Morfologi dan sintaksis merupakan dua bidang yang berdiri sendiri, walaupun masih tetap berhubungan oleh bidang morfosintaksis.

7. Analisis dimulai dari bidang Morfologi
            Analisis struktural memulai analisis dari bidang morfologi karena memang bidang ini paling mendapat perhatian. Nida (1949) dengan karyanya ‘Morphology, the Descriptive Analysis of Word’ telah menjadi acuan bagi dunia morfologi karena sumbangan dalam meletakkan prinsip-prinsip analisis morfologi dengan data dari berbagai bahasa.

8.    Bahasa merupakan deretan Sintakmatik dan Paradignatik
(a)    Deretan Sintakmatik
            Deretan sintakmatik adalah suatu deretan unsur secara horisontal. Deretan sintakmatik ini terjadi dalam segala tataran fonem-fonem segmental secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar baik berupa silabel maupun morfem. Prosede semacam ini dinamakan fonotaktik. Morfem-morfem serta sintakmatik membentuk struktural yang lebih besar yakni kata. Prosede semacam ini dinamakan prosede morfologis. Kata-kata secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni frase. Frase-frase secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni klausa. Akhirnya klausa-klausa secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni kalimat. Tiga prosede yang terkahir itu dinamakan prosede sintaksis.
(b)   Deretan Paradigmatik
Deretan paradigmatik adalah deretan struktur yang sejenak secara vertikal.
Contoh: (bahasa Spanyol)
            elgatbestaaki                                                                           kucing itu ada di sini
            ungatoestaaki                                                                          seekor kucing ada di sini
            elgatoestaenfermo                                                                   kucing itu sakit
            ungatoestaenfermo                                                                  seekor kucing sakit
…………………………………………………………………………………………………………………...
            gato                                                                                         kucing 

9.   Analisis bahasa secara Deskriptif
Menurut alira struktural analis bahasa harus didasarkan atau kenyataan yang ada. Data bahasa yang dianalisis hanyalah data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Unsur historis sama sekali diabaikan. Analisis semacam ini bertolak dari pendekatan sinkronik. Semboyannya adalah describe the fact, all the fact and nothing but the facts.

10.  Analisis struktural bahasa berdasarkan unsur langsung
Yang dimaksud dengan unsur langsung adalah unsur yang setingkat lebih rendah yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Unsur langsung ini disebut juga immediate constutuens (I.Cs.) atau unsur bawahan terdekat (UBT). Paling tidak ada empat model analisis unsur langsung teesebut, yakni model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
Contoh analisis tataran frase: a beautiful girl
a.  Model Nida: a beautifulgirl
 


b.Model Hockett:  a   beautiful   girl
                                    beautiful girl
                               a  beautiful  girl

c.Model Nelson: {(a) [(beautiful) (girl)}
d. Model Wells:
 


            a          beautiful          girl


2.4 Keunggulan dan kekurangan aliran linguistik struktural
a.       Keunggulan
(1)          Aliran ini telah sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
(2)          Dengan adanya metode drill and practice, suatu bentuk latihan yang terus-menerus dan berulang-ulang akan membentuk suatu keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan.
(3)          Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah dipahami dan mudah untuk bisa diterima oleh masyarakat awam.
(4)        Level-level gramatikal mulai ditegakkan secara rapi mulai dari level morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
(5)      Aliran ini lebih banyak berpijak pada fakta, tidak pernah mereka-reka data.
b.      Kelemahan
(1)   Pada aliran struktural bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas. Level-level yang menjadi bidang garapannya sudah ditentukan secara pasti, sehingga apabila di suatu saat ditemukan bidang yang terletak di antara keduanya menjadi kebingungan untuk menentukan wilayah, misalnya pada bahasa-bahasa yang bertipologi sintetik dan polisintetik.
(2)   Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dan tentunya sangat menjemukan.
(3)   Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tangggap yang berlangsung secara fisis dan mekanis, padahal manusia bukanlah mesin.
(4)   Menurut paham ini, jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang tampak. Namun, tidak selamanya setiap tingkah laku dan perwujudan lahiriah yang tampak dapat mencerminkan jiwa seseorang.
(5)   Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman. Suatu kaidah yang salah sekalipun dapat dinyatakan benar apabila sudah dianggap umum. Sebaliknya kaidah yang benar tidak dapat disebut benar manakala belum umum dipakai.
(6)   Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa, padahal sangat banyak kasus-kasus kebahasaan yang hanya dapat dijawab lewat kajian historis.
(7)   Objek kajian terbatas sampai dengan level kalimat, sehingga tidak memungkinkan menyentuh aspek komunikatif.

BAB III
PENUTUP
  
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori yang saya jabarkan pada halaman-halaman sebelumnya, dapat kami tarik kesimpulan bahwa aliran struktural yang dipelopori oleh beberapa ahli membawa kajian baru bagi ilmu kebahasaan di zamannya untuk mempermudah mengidentifikasi suatu bahasa. Melalui berbagai teori dan patokan tertentu, bahasa dapat diteliti lebih mudah dengan aliran ini. Aliran strukturalis mampu membuktikan bahwa setiap bahasa punya kekhasannya sendiri sehingga perlu dibedakan dan diketahui kekhasan tersebut. Maka, setiap bahasa pun memiliki identitasnya sendiri dan bisa dipelajari lebih mudah dan spesifik. Oleh karena itu, mempelajari aliran strukturalis ini sangat membantu dalam meneliti suatu bahasa tertentu. Karena aliran yang dipelopori oleh Sasussure ini cukup mudah dipahami dan bersifat empiris sehingga bisa disesuaikan dengan sifat bahasa yang ada.

3.2 Saran
Dalam makalah ini penyusun memberi saran kepada pembaca bahwa untuk memperluas wawasan pembaca dalam memahami pengertian aliran struktural dan berbagai macam aliran linguistik serta pemahaman tentang unsur langsung tidaklah hanya berpedoman pada makalah ini, karena masih banyak dari sumber-sumber lain yang menjelaskan tentang berbagai materi di atas. Dan penyusun memohon maaf atas banyaknya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rheineka Cipta
Robins, R H. 1995. Sejarah Singkat Linguistik Terjemahan Asril Marjohan. Bandung: ITB
Saussure, De Ferdinand. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press: 1993

Soeparno. 2011. Teori Dan Aliran Linguistik. Yogyakarta: Tiara Wacana

Verhaar, M.W.J. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar